SHE
LIN DAN BUAH ANGGUR
Kokok ayam jantan terdengar
bersahutan, memecah kesunyian di pagi buta. Suara binatang malam pun tenggelam
oleh suara derit roda perigi yang berputar, gemericik air yang terpercik,
gemeretak kayu yang terbakar api, dan kelontang alat dapur yang beradu.
She Lin menggeliat dan perlahan
membuka matanya.
“Aaaahhhh…. Sudah waktunya
bangun,” kata She Lin sambil menguap.
Setelah beberapa kali menggeliat
dan menguap, She Lin bergegas bangkit dari ranjangnya sambil mengucek kedua
matanya. Ia melangkah ke luar dari biliknya menuju ke perigi di belakang rumah.
She Lin mengambil beberapa timba air untuk membersihkan diri. Setelah itu, She
Lin bergegas menyiapkan segala sesuatu dan bersiap menuju ke ladangnya.
She Lin mengerjakan segala sesuatu
seorang diri, karena ia hidup sebatang kara. Kedua orang tuanya meninggal dunia
dua tahun yang lalu karena wabah penyakit yang melanda desanya. She Lin
menggantungkan kehidupannya pada hasil ladang peninggalan orang tuanya.
Sepeninggalan orang tuanya, She
Lin belajar menjadi seorang petani yang rajin dan mandiri. Ia menanam berbagai
jenis buah dan sayuran di ladangnya yang cukup luas. Setiap pagi ia menuju ke
ladangnya, memeriksa tanamannya, memetik buah atau sayur yang telah siap panen,
dan membawanya ke pasar. Dari situlah ia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Apabila hasil panennya berlebih, She Lin tak segan membaginya dengan para
tetangga dan sahabatnya.
Suatu ketika, pohon delima di ladangnya
berbuah. Ia memutuskan untuk memetik beberapa buah delimanya yang cukup besar
dan merah merona, kemudian menghadiahkannya pada Sang Raja. Dengan mengendarai
kuda, She Lin berangkat ke istana menemui Sang Raja. Sang Raja sangat senang
menerima buah delima pemberian She Lin. Sang Raja pun memberi She Lin hadiah
yang cukup banyak sebagai ucapan terima kasihnya. She Lin pulang dengan
perasaan bahagia.
Selang beberapa waktu kemudian, lobak
Cina di ladang She Lin telah siap di panen. Ia pun berencana memberikan sekeranjang
penuh buah lobak Cina yang cukup besar dan segar kepada Sang Raja. Ketika ia
telah siap untuk berangkat ke istana, seorang tetangga She Lin melihatnya dan
bertanya,
“Hendak kemana engkau, She Lin?”
“Aku akan ke istana untuk
memberikan lobak-lobak ini pada Sang Raja,” jawab She Lin.
“Apakah lobak-lobak ini pantas
diberikan pada Sang Raja? Sungguh sangat memalukan! Lebih baik, kau berikan sesuatu
yang manis dan mahal untuk Sang Raja. Belilah sekeranjang buah anggur dan
berikan pada Sang Raja,” kata tetangganya.
She Lin pun bimbang. Ia merasa
telah memilihkan lobak Cina yang terbaik untuk Sang Raja. Namun akhirnya, ia mengurungkan
niatnya untuk memberikan lobak-lobaknya pada Sang Raja. Ia pun pergi ke pasar
untuk membeli sekeranjang buah anggur yang terbaik dan segera berangkat ke
istana.
Ketika She Lin sampai di istana,
ternyata Sang Raja sedang murka. Raut mukanya terlihat sangat menakutkan,
hingga siapa pun tidak berani untuk melihat wajahnya. Hati She Lin menciut.
Dengan gemetar, ia menyampaikan maksud kedatangannya, sambil menyerahkan
sekeranjang buah anggur kepada Sang Raja.
Bukannya berterima kasih dan
memberi hadiah, Sang Raja malah melampiaskan kemarahannya pada She Lin. Sang
Raja mengusir She Lin dan menyuruh para pengawal untuk melemparinya dengan buah
anggur yang dibawa She Lin.
She Lin pun berlari keluar. Dan
setiap kali anggur-anggur itu mengenai tubuhnya, She Lin berkata,
“Semoga Tuhan memberimu pahala, Tetanggaku
yang baik!”
“Semoga Tuhan memberimu kekayaan
yang melimpah, Tetanggaku yang baik!”
Mendengar perkataan She Lin, Sang
Raja heran dan menyuruh sang pengawal menghentikan lemparannya pada She Lin.
Sang Raja pun bertanya,
“Mengapa engkau berkata seperti
itu?”
Sambil meringis menahan sakit, She
Lin berkata, “Tuanku, kemarin hamba telah memanen lobak-lobak hamba. Hamba
berniat memberikan lobak Cina yang besar dan segar pada Paduka. Namun, tetangga
hamba mengatakan bahwa memberikan lobak Cina pada Paduka adalah hal yang
memalukan. Maka, ia menyarankan untuk memberikan sekeranjang buah anggur yang
manis pada Paduka.”
She Lin menghela nafas sejenak,
kemudian melanjutkan perkataannya.
“Jika saja hari ini hamba
memberikan lobak Cina pada Paduka, maka tulang-tulang hamba pasti sudah remuk,
karena dilempari lobak Cina yang besar-besar. Bukankah sudah seharusnya saya berterima
kasih pada tetangga hamba dan mendoakan kebaikan untuknya?”
Mendengar jawaban She Lin, Sang
Raja pun tersenyum dan mengangguk-angguk senang. Ia sangat takjub mendengar
jawaban She Lin yang menggelikan namun masuk akal. Kemarahan Sang Raja pun akhirnya
hilang dan berganti dengan kegembiraan. Sang Raja kemudian memberikan hadiah
sekantung uang emas pada She Lin dan berterima kasih. She Lin pun kembali ke
desanya dan membagi kebahagiaannya dengan para tetangganya.