Minggu, 29 September 2013

Belajar Kung Fu Tanpa Harus Meninggalkan Pencak Silat Sebagai Budaya Asli Indonesia


Kung Fu adalah beladiri tradisional yang dikembangkan di dataran cina, beladiri kung fu sangat begitu mendunia karena gerakannya yang unik serta jurusnya mematikan juga cepat. Kung fu juga mengajari manusia untuk mempunyai filosofi dalam menjalani hidup. Bela diri Kung fu sangatlah digemari oleh seluruh penjuru di dunia termasuk kita bangsa Indonesia. Seringkali kita mencari-cari informasi tentang pelatihan beladiri kung fu agar bisa menjadi seorang pendekar kung fu yang hebat entah untuk tujuan membela diri atau hanya untuk tujuan kesehatan semata dan masyarakat awam menilai bahwa beladiri kung fu adalah beladiri praktis yang dengan beberapa kali latihan langsung bisa, hal ini juga maraknya tindakan kriminal yang terjadi pada bangsa kita. Bela diri kung fu sangat diminati oleh orang Indonesia karena hampir di setiap stasiun televisi swasta menampilkan film kung fu yang akhirnya membuat mindset orang Indonesia tertarik pada beladiri kung fu. Secara harfiah kung Fu berarti melakukan dengan sungguh-sungguh. Seorang ahli masak yang sudah 20 tahun pun bisa dibilang jago kung fu karena selama lebih dari 20 tahun seseorang tersebut melakukannya (memasak) dengan tekun dan bersungguh-sungguh. Tidak ada hasil yang instan.
Satu hal yang sangat terlupakan oleh kita dan apabila dibiarkan berlarut-larut maka akan sangat fatal, hal itu adalah Pencak Silat. Pencak Silat adalah beladiri asli Indonesia, pencak silat juga merupakan bagian dari budaya asli Indonesia dan bertujuan untuk membangun integeritas Bangsa Indonesia. Pencak silat bukan hanya sekedar bertarung dan budaya, tetapi pencak silat juga mengajarkan manusia untuk mempunyai prinsip dalam hidup. Banyak aspek yang ditekankan pada pencak silat yaitu aspek mental spiritual, olahraga, seni dan beladiri, karena di dalam pencak silat terdapat pendidikan karakter yang sangat istimewa. Menjadi tugas dan tanggung jawab kita sebagai Bangsa Indonesia untuk memelihara budaya asli bangsa kita. Pencak silat juga menunjukan sebuah identitas, identitas sebagai rakyat yang cinta kepada bangsanya. Sungguh sedih apabila kita sebagai rakyat Indonesia tidak memahami apa itu pencak silat dan akhirnya pencak silat pun punah di kandang sendiri. Menjadi kewajiban dan tanggung jawab kita bersama untuk memelihara pencak silat secara utuh.
Salah satu perguruan pencak silat yang mempunyai warna gerak kung fu adalah perguruan Ikatan Keluarga Silat Pro Patria atau IKS Pro Patria. IKS Pro Patria didirikan oleh Victor Lie Kuang Hwa yang biasa dipanggil Koh Hwa pada tahun 1971 di madiun. Pro Patria yang artinya Pro adalah membela dan Patria adalah cinta tanah air yang apabila digabung berarti pembela tanah air dan bergabung pada Ikatan Pencak Silat Indonesia pada tahun 1975. Pro Patria didirikan bertujuan agar manusia hidup bias membawa kebermanfaatan bagi masyarakat sekitar dan berguna bagi bangsa dan negaranya. Ilmu di pro patria adalah “Nan Jien Pei Tui” yang artinya tendangan utara pukulan selatan karena kung fu di dataran cina utara lebih mengandalkan tendangan dan kung fu di dataran cina selatan lebih mengandalkan tangan. Pro patria pun mengajarkan murid-muridnya untuk memegang teguh prinsip perguruan yaitu:
IKRAR ANGGOTA IKS PRO PATRIA
  • Pertama. Kami akan selalu pemperhatikan PANCA LARANGAN PERGURUAN
  1. Larangan bertingkah sombong.
  2. Larangan bertingkah pamer.
  3. Larangan bertindak sewenang-wenang.
  4. Larangan mencemarkan kehormatan.
  5. Larangan melanggar peraturan pemerintah dan ikatan keluarga.
  • Kedua. Kami akan selalu menjunjung tinggi. PANCA KEHARUSAN PERGURUAN
  1. Keharusan mengalah.
  2. Keharusan membela yang lemah.
  3. Keharusan membela kebenaran.
  4. Keharusan berbakti kepada orang tua.
  5. Keharusan menghormati guru.
Salah satu wasiat Koh Hwa kepada muridnya adalah sabar, eling, tawakkal, narimo lan waspada. Latihan di pro patria menekankan muridnya pda empat aspek yaitu: Bela Diri (melindungi diri dan orang lain yang membutuhkan), Olah Raga (untuk kesehatan dan kebugaran), Seni (untuk keindahan gerak yang terpadu dan dihayati benar-benar), dan Mental (ketekunan, kesabaran, ketenangan, keuletan dan kebijaksanaan). Sejalan dengan bertambahnya usia perguruan ini dan menyesuaikan kebutuhan warganya, PRO PATRIA pun terus berkembang. Bagi pro patria, bela diri tidak lagi  hanya bermakna kemampuan membela diri seperti mengelak, menangkis, dan jika perlu membalas serangan lawan, tetapi juga membela diri secara utuh seperti kemampuan menangkal penyakit dan atau penyembuhannya. Ilmu pernafasan yang sejak awal diberikan ke pada warganya adalah salah satu contoh ilmu pernafasan yang dimiliki  pro patria yang mampu memelihara diri mereka dari berbagai serangan dari luar dirinya. Tinggi-rendahnya kepandaian ilmu silat seseorang tergantung pada masak tidaknya inti-inti ilmu silatnya. Apa tingkatannya dan macam apa ilmu silat yang telah dipelajarinya tidak menjadi prinsip. Ada peribahasa dalam persilatan bahwa untuk menjadi ahli silat yang tangguh perlu memiliki: pertama keberanian, kedua kekuatan, dan ketiga jurus-jurus yang masak inti-intinya. I Tan, Êr Li, San Kung Fu. Bagi pembaca yang tertarik belajar kung fu tetapi enggan meninggalkan pencak silat sebagai budaya asli Indonesia silahkan hubungi kami di http://www.propatria.ukm.ugm.ac.id/. Mari kita lestarikan pencak silat sebagai budaya asli Indonesia dan membangun integeritas bangsa melalui pencak silat. Jaya Pencak Silat!
(Oleh: Tommy Andjar, http://www.propatria.ukm.ugm.ac.id)

Cerpen Ke sepuluh



K A N V A S

Pukul tujuh lebih dua puluh lima menit. Bel tanda masuk kelas telah berbunyi. Anak-anak yang sedang bermain-main di depan kelas dan di halaman sekolah segera bergegas menuju ke kelas masing-masing. Sebelum masuk kelas, anak-anak berbaris di depan kelas dipimpin oleh ketua kelas masing-masing, barulah kemudian masuk kelas satu persatu. Keriuhan yang sebelumnya mewarnai halaman sekolah pun berubah menjadi sebuah kesunyian.
Bu Andri, wali kelas IV, datang bersama seorang siswi baru. Setelah mengucapkan salam dan berdoa, Bu Andri memperkenalkan siswa baru itu. Namanya Susmita Saraswati, biasa dipanggil Mita. Setelah perkenalan, Bu Andri menyuruh Mita untuk duduk di bangku tepat di belakang Desi, bersebelahan dengan Hera. Setelah Mita duduk, Bu Andri pun kemudian melanjutkan pelajarannya.
Ketika istirahat tiba, anak-anak kelas IV mengerubungi Mita. Masing-masing anak ingin berkenalan langsung dengan Mita. Mereka bertanya banyak hal pada Mita. Mita pun sangat bersemangat menjawab pertanyaan mereka. Seulas senyum sesekali terlihat dari bibir Mita. Ternyata Mita adalah anak yang sangat supel dan menyenangkan.
Waktu istirahat telah habis. Tibalah saatnya pelajaran SBK. Bu Arsita, guru yang mengampu pelajaran SBK, datang dengan membawa sesuatu yang dibungkus kantong besar. Minggu kemarin Bu Arsita berjanji bahwa hari ini beliau akan memperlihatkan pada anak-anak alat-alat untuk melukis.
Pelajaran pun dimulai. Setelah mengucapkan salam dan memberi sedikit penjelasan, Bu Arsita mulai mengeluarkan barang-barang dari kantong besar tersebut. Ada kuas, pallet, dan cat air. Ketika Bu Arsita mengeluarkan sesuatu yang besar,  berwarna putih, dan berbentuk persegi panjang, terdengar jeritan histeris dari bangku belakang. Ternyata itu adalah jeritan Mita. Dia berteriak dengan mimik muka ketakutan. Kontan seluruh kelas bingung. Akhirnya Bu Arsita bertindak. Bu Arsita segera membawa Mita keluar.
***
Mita dilahirkan di Padang. Dia adalah anak tunggal. Sejak kecil, Mita sangat senang menggambar. Apapun yang ditemui, bisa menjadi sarana menggambar dan apapun yang dilihat, bisa menjadi obyek gambar Mita. Mengetahui bakat anaknya tersebut, orang tua Mita kemudian memasukkan Mita ke sebuah sanggar lukis. Berbekal pengetahuan yang didapat dari sanggar lukis, Mita mulai mencoba mengikuti beberapa ajang melukis, untuk melatih keberaniannya. Mita pun makin sering ikut perlombaan dan mulai mengukir prestasi.
Suatu hari, orang tua Mita mendapatkan informasi bahwa akan diadakan lomba lukis tingkat nasional yang diselerenggarakan di Jakarta. Mita sekeluarga pun berangkat ke Jakarta untuk mengikuti lomba tersebut. Namun ditengah perjalanan terjadi kecelakaan yang mengakibatkan orang tua Mita meninggal. Kecelakaan itu mengakibatkan trauma pada Mita. Mita merasa dialah penyebab kematian orang tuanya. Dan sejak kecelakaan itu, Mita selalu histeris jika melihat kanvas. Sehingga Mita pun akhirnya berhenti melukis.
Kini, Mita diasuh oleh pamannya di Bandung dan bersekolah di SD Mentari Pagi. Bu Arsita memahami apa yang terjadi pada Mita. Beliau mengkomunikasikan hal tersebut pada paman Mita. Bekerjasama dengan seorang psikolog dan paman Mita, Bu Arsita berusaha menyembuhkan trauma Mita dan ketakutan Mita pada kanvas.
Bagi Mita, proses terapi adahal hal yang sangat menyakitkan baginya. Karena itu berarti dia harus mengingat kembali kejadian yang sangat mengguncang jiwanya. Namun, Mita sadar bahwa dia tidak boleh terkungkung dalam ketakutannya. Dia harus berusaha mengalahkan ketakutannya terhadap kanvas, sehingga dia bisa berkarya lagi.
Setahun penuh terapi dijalankan dan mulai membuahkan hasil. Mita sudah mulai berani memegang kanvas. Tapi dia masih takut untuk melukis.
Terapi terus dijalankan. Hingga akhirnya, dengan keinginannya yang kuat, Mita pun mampu melukis lagi. Ia mulai mengasah kembali bakatnya. Dan sedikit demi sedikit ia mampu mengukir prestasinya kembali.
Kini keinginan Mita cuma satu. Dia ingin mengadakan pameran lukisan tunggal. Ia jadi lebih giat dan bersemangat melukis.
Akhirnya dengan usaha kerasnya, akhir tahun 2011, tepat saat hari ulang tahunnya, obsesinya untuk mengadakan pameran lukisan tunggal tercapai.