K A N V A S
Pukul
tujuh lebih dua puluh lima menit. Bel tanda masuk kelas telah berbunyi. Anak-anak
yang sedang bermain-main di depan kelas dan di halaman sekolah segera bergegas
menuju ke kelas masing-masing. Sebelum masuk kelas, anak-anak berbaris di depan
kelas dipimpin oleh ketua kelas masing-masing, barulah kemudian masuk kelas
satu persatu. Keriuhan yang sebelumnya mewarnai halaman sekolah pun berubah
menjadi sebuah kesunyian.
Bu
Andri, wali kelas IV, datang bersama seorang siswi baru. Setelah mengucapkan
salam dan berdoa, Bu Andri memperkenalkan siswa baru itu. Namanya Susmita
Saraswati, biasa dipanggil Mita. Setelah perkenalan, Bu Andri menyuruh Mita
untuk duduk di bangku tepat di belakang Desi, bersebelahan dengan Hera. Setelah
Mita duduk, Bu Andri pun kemudian melanjutkan pelajarannya.
Ketika
istirahat tiba, anak-anak kelas IV mengerubungi Mita. Masing-masing anak ingin berkenalan
langsung dengan Mita. Mereka bertanya banyak hal pada Mita. Mita pun sangat
bersemangat menjawab pertanyaan mereka. Seulas senyum sesekali terlihat dari
bibir Mita. Ternyata Mita adalah anak yang sangat supel dan menyenangkan.
Waktu
istirahat telah habis. Tibalah saatnya pelajaran SBK. Bu Arsita, guru yang
mengampu pelajaran SBK, datang dengan membawa sesuatu yang dibungkus kantong
besar. Minggu kemarin Bu Arsita berjanji bahwa hari ini beliau akan
memperlihatkan pada anak-anak alat-alat untuk melukis.
Pelajaran
pun dimulai. Setelah mengucapkan salam dan memberi sedikit penjelasan, Bu
Arsita mulai mengeluarkan barang-barang dari kantong besar tersebut. Ada kuas,
pallet, dan cat air. Ketika Bu Arsita mengeluarkan sesuatu yang besar, berwarna putih, dan berbentuk persegi panjang,
terdengar jeritan histeris dari bangku belakang. Ternyata itu adalah jeritan
Mita. Dia berteriak dengan mimik muka ketakutan. Kontan seluruh kelas bingung.
Akhirnya Bu Arsita bertindak. Bu Arsita segera membawa Mita keluar.
***
Mita
dilahirkan di Padang. Dia adalah anak tunggal. Sejak kecil, Mita sangat senang
menggambar. Apapun yang ditemui, bisa menjadi sarana menggambar dan apapun yang
dilihat, bisa menjadi obyek gambar Mita. Mengetahui bakat anaknya tersebut,
orang tua Mita kemudian memasukkan Mita ke sebuah sanggar lukis. Berbekal
pengetahuan yang didapat dari sanggar lukis, Mita mulai mencoba mengikuti
beberapa ajang melukis, untuk melatih keberaniannya. Mita pun makin sering ikut
perlombaan dan mulai mengukir prestasi.
Suatu
hari, orang tua Mita mendapatkan informasi bahwa akan diadakan lomba lukis
tingkat nasional yang diselerenggarakan di Jakarta. Mita sekeluarga pun berangkat
ke Jakarta untuk mengikuti lomba tersebut. Namun ditengah perjalanan terjadi
kecelakaan yang mengakibatkan orang tua Mita meninggal. Kecelakaan itu
mengakibatkan trauma pada Mita. Mita merasa dialah penyebab kematian orang
tuanya. Dan sejak kecelakaan itu, Mita selalu histeris jika melihat kanvas.
Sehingga Mita pun akhirnya berhenti melukis.
Kini,
Mita diasuh oleh pamannya di Bandung dan bersekolah di SD Mentari Pagi. Bu
Arsita memahami apa yang terjadi pada Mita. Beliau mengkomunikasikan hal
tersebut pada paman Mita. Bekerjasama dengan seorang psikolog dan paman Mita, Bu
Arsita berusaha menyembuhkan trauma Mita dan ketakutan Mita pada kanvas.
Bagi
Mita, proses terapi adahal hal yang sangat menyakitkan baginya. Karena itu
berarti dia harus mengingat kembali kejadian yang sangat mengguncang jiwanya.
Namun, Mita sadar bahwa dia tidak boleh terkungkung dalam ketakutannya. Dia harus
berusaha mengalahkan ketakutannya terhadap kanvas, sehingga dia bisa berkarya
lagi.
Setahun
penuh terapi dijalankan dan mulai membuahkan hasil. Mita sudah mulai berani
memegang kanvas. Tapi dia masih takut untuk melukis.
Terapi
terus dijalankan. Hingga akhirnya, dengan keinginannya yang kuat, Mita pun
mampu melukis lagi. Ia mulai mengasah kembali bakatnya. Dan sedikit demi
sedikit ia mampu mengukir prestasinya kembali.
Kini
keinginan Mita cuma satu. Dia ingin mengadakan pameran lukisan tunggal. Ia jadi
lebih giat dan bersemangat melukis.
Akhirnya
dengan usaha kerasnya, akhir tahun 2011, tepat saat hari ulang tahunnya,
obsesinya untuk mengadakan pameran lukisan tunggal tercapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar