Minggu, 29 September 2013

Cerpen Ke sepuluh



K A N V A S

Pukul tujuh lebih dua puluh lima menit. Bel tanda masuk kelas telah berbunyi. Anak-anak yang sedang bermain-main di depan kelas dan di halaman sekolah segera bergegas menuju ke kelas masing-masing. Sebelum masuk kelas, anak-anak berbaris di depan kelas dipimpin oleh ketua kelas masing-masing, barulah kemudian masuk kelas satu persatu. Keriuhan yang sebelumnya mewarnai halaman sekolah pun berubah menjadi sebuah kesunyian.
Bu Andri, wali kelas IV, datang bersama seorang siswi baru. Setelah mengucapkan salam dan berdoa, Bu Andri memperkenalkan siswa baru itu. Namanya Susmita Saraswati, biasa dipanggil Mita. Setelah perkenalan, Bu Andri menyuruh Mita untuk duduk di bangku tepat di belakang Desi, bersebelahan dengan Hera. Setelah Mita duduk, Bu Andri pun kemudian melanjutkan pelajarannya.
Ketika istirahat tiba, anak-anak kelas IV mengerubungi Mita. Masing-masing anak ingin berkenalan langsung dengan Mita. Mereka bertanya banyak hal pada Mita. Mita pun sangat bersemangat menjawab pertanyaan mereka. Seulas senyum sesekali terlihat dari bibir Mita. Ternyata Mita adalah anak yang sangat supel dan menyenangkan.
Waktu istirahat telah habis. Tibalah saatnya pelajaran SBK. Bu Arsita, guru yang mengampu pelajaran SBK, datang dengan membawa sesuatu yang dibungkus kantong besar. Minggu kemarin Bu Arsita berjanji bahwa hari ini beliau akan memperlihatkan pada anak-anak alat-alat untuk melukis.
Pelajaran pun dimulai. Setelah mengucapkan salam dan memberi sedikit penjelasan, Bu Arsita mulai mengeluarkan barang-barang dari kantong besar tersebut. Ada kuas, pallet, dan cat air. Ketika Bu Arsita mengeluarkan sesuatu yang besar,  berwarna putih, dan berbentuk persegi panjang, terdengar jeritan histeris dari bangku belakang. Ternyata itu adalah jeritan Mita. Dia berteriak dengan mimik muka ketakutan. Kontan seluruh kelas bingung. Akhirnya Bu Arsita bertindak. Bu Arsita segera membawa Mita keluar.
***
Mita dilahirkan di Padang. Dia adalah anak tunggal. Sejak kecil, Mita sangat senang menggambar. Apapun yang ditemui, bisa menjadi sarana menggambar dan apapun yang dilihat, bisa menjadi obyek gambar Mita. Mengetahui bakat anaknya tersebut, orang tua Mita kemudian memasukkan Mita ke sebuah sanggar lukis. Berbekal pengetahuan yang didapat dari sanggar lukis, Mita mulai mencoba mengikuti beberapa ajang melukis, untuk melatih keberaniannya. Mita pun makin sering ikut perlombaan dan mulai mengukir prestasi.
Suatu hari, orang tua Mita mendapatkan informasi bahwa akan diadakan lomba lukis tingkat nasional yang diselerenggarakan di Jakarta. Mita sekeluarga pun berangkat ke Jakarta untuk mengikuti lomba tersebut. Namun ditengah perjalanan terjadi kecelakaan yang mengakibatkan orang tua Mita meninggal. Kecelakaan itu mengakibatkan trauma pada Mita. Mita merasa dialah penyebab kematian orang tuanya. Dan sejak kecelakaan itu, Mita selalu histeris jika melihat kanvas. Sehingga Mita pun akhirnya berhenti melukis.
Kini, Mita diasuh oleh pamannya di Bandung dan bersekolah di SD Mentari Pagi. Bu Arsita memahami apa yang terjadi pada Mita. Beliau mengkomunikasikan hal tersebut pada paman Mita. Bekerjasama dengan seorang psikolog dan paman Mita, Bu Arsita berusaha menyembuhkan trauma Mita dan ketakutan Mita pada kanvas.
Bagi Mita, proses terapi adahal hal yang sangat menyakitkan baginya. Karena itu berarti dia harus mengingat kembali kejadian yang sangat mengguncang jiwanya. Namun, Mita sadar bahwa dia tidak boleh terkungkung dalam ketakutannya. Dia harus berusaha mengalahkan ketakutannya terhadap kanvas, sehingga dia bisa berkarya lagi.
Setahun penuh terapi dijalankan dan mulai membuahkan hasil. Mita sudah mulai berani memegang kanvas. Tapi dia masih takut untuk melukis.
Terapi terus dijalankan. Hingga akhirnya, dengan keinginannya yang kuat, Mita pun mampu melukis lagi. Ia mulai mengasah kembali bakatnya. Dan sedikit demi sedikit ia mampu mengukir prestasinya kembali.
Kini keinginan Mita cuma satu. Dia ingin mengadakan pameran lukisan tunggal. Ia jadi lebih giat dan bersemangat melukis.
Akhirnya dengan usaha kerasnya, akhir tahun 2011, tepat saat hari ulang tahunnya, obsesinya untuk mengadakan pameran lukisan tunggal tercapai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar