KELINCI
YANG RIANG
Di sebuah hutan kecil yang damai,
hiduplah seekor kelinci yang riang, ramah, dan suka melompat. Setiap pagi ia
keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Di sepanjang perjalanan, sambil
melompat-lompat dengan riang, Si Kelinci menyapa tiap warga hutan dengan
keramahannya.
“Selamat pagi, Kawan!” sapanya
pada Ayam Hutan yang sedang bertengger pada sebuah dahan.
“Selamat pagi, Kelinci!” jawab Si
Ayam Hutan.
“Rajin sekali! Sepagi ini sudah
keluar dari sarang,” lanjut Si Ayam Hutan.
“Iya. Pagi ini perutku terasa
lebih lapar dari biasa. Jadi, aku harus segera mencari makanan untuk mengisi
perutku ini,” jawab Si Kelinci.
“Kalau begitu bergegaslah! Sebelum
kalah dengan kelinci yang lain. Ha..ha..!” timpal Si Ayam Hutan sambil
bercanda.
”Oke! Aku pergi dulu, ya…” kata Si
Kelinci berpamitan.
Begitulah. Di sepanjang jalan, Si
Kelinci meneriakkan “Selamat Pagi” pada penduduk hutan yang ditemuinya, sambil
terus melompat. Tak heran, jika semua penduduk hutan mengenalnya dan menyukainya.
Sehari saja Si Kelinci tidak muncul, maka seisi hutan akan menanyakan
keberadaannya.
Dua hari kemarin, Si Kelinci
memilih wortel sebagai menu makanannya. Hari ini, ia ingin makan umbi-umbian.
Si Kelinci ingat bahwa di pinggir hutan, didekat rumpun pohon bambu, ada
beberapa tanaman umbi di sana. Ia bisa menggali dan memakannya.
Membayangkan umbi hutan yang besar
dan segar, perut Si Kelinci langsung berbunyi. Si Kelinci pun bergegas menuju
pinggir hutan dengan riang. Berharap umbi-umbian di sana belum diambil oleh
kelinci lain.
Dari kejauhan, rumpun bambu
terlihat tinggi menjulang. Di balik rumpun bambu itulah tanaman umbi-umbian itu
berada. Si Kelinci mempercepat lompatannya karena perutnya semakin meronta
minta diisi. Saking laparnya, Si Kelinci tidak hati-hati saat melompat.
Tiba-tiba saja,
“Aduh!” sebuah teriakan keras
terdengar dari mulut Si Kelinci.
“Aduh…aduh…aduh…” Si Kelinci
meringis sambil terus mengerang.
Si Kelinci pun menghentikan
lompatannya. Telapak kakinya terasa sakit dan perih. Sejurus kemudian, Si
Kelinci mengangkat kaki kanannya. Sebatang duri terlihat menancap di sana. Ia
mengerang kesakitan. Ia menyesal. Gara-gara lapar, ia tidak hati-hati saat
melompat. Sehingga kakinya menginjak duri bambu.
Pada saat Si Kelinci tengah
mengerang kesakitan, lewatlah Si Gajah. Ia heran melihat Si Kelinci mengerang
kesakitan. Ada apa, ya? Si Gajah bertanya dalam hati. Si Gajah pun menghampiri
Si Kelinci.
“Ada apa, Kelinci? Apa yang kau lakukan di sini? Sepertinya kamu
sedang kesakitan?” tanya Si Gajah.
“Aku sangat lapar pagi ini. Aku
mau mencari umbi di balik rumpun bambu itu. Tapi aku tidak hati-hati. Sehingga
kakiku menginjak duri. Sakit sekali..!” jawab Si Kelinci.
“Kasihan sekali. Mari kubantu
kembali kerumahmu,” kata Si Gajah.
“Terima kasih, Gajah,” kata Si
Kelinci.
Gajah pun membawa Kelinci ke
rumahnya. Sepanjang perjalanan, penduduk hutan heran melihat Gajah berjalan
dengan tergesa-gesa sambil mengangkat Si Kelinci dengan belalainya. Mereka
menyimpan banyak tanya, ada apa gerangan?
Setibanya di rumah Kelinci, Si Gajah
membaringkan Kelinci.
“Tunggu sebentar, ya… Aku akan
memanggil Ayam Hutan untuk mencabut duri di kakimu,” kata Si Gajah.
“Iya. Terima kasih, Gajah,” jawab
kelinci.
Gajah bergegas mencari Ayam Hutan.
Ia menceritakan apa yang terjadi pada kelinci dan meminta tolong untuk mencabut
duri dari kaki Kelinci.
“Baiklah, mari kita segera ke
sana!” kata Ayam Hutan.
“Kau ke sana dulu saja. Aku akan
mencarikan beberapa umbi untuk Kelinci. Pastilah dia belum makan,” kata Si
Gajah.
Setelah berterima kasih dan
berpamitan, Gajah bergegas mencari umbi untuk Kelinci. Ayam Hutan pun segera
menuju ke rumah Kelinci.
Ketika Ayam Hutan tiba di rumah Kelinci,
ada beberapa penduduk hutan yang memenuhi rumah Si Kelinci. Mereka ingin tahu
apa yang terjadi. Ayam Hutan segera mendekati Kelinci yang masih terus
mengerang. Dengan bantuan Kucing Hutan, Ayam Hutan berusaha mencabut duri di
kaki Kelinci.
Teriakan keras dari mulut Kelinci pun
terdengar ketika duri itu berhasil dicabut. Dengan sigap, Si Kucing Hutan segera
mengobati luka Si Kelinci. Setelah keadaan Kelinci lebih baik, Gajah memberikan
umbi-umbian yang telah diperolehnya pada Kelinci.
“Ini, makanlah! Biar tenaga kamu
pulih. Kamu kan sepagian ini belum makan,” kata Gajah.
Kelinci mengambil umbi pemberian Gajah.
Ia pun makan dengan lahap. Sesekali ia meringis, karena kakinya masih terasa
sakit.
Setelah kenyang, Kelinci berterima
kasih pada teman-temannya.
Kelinci tidak keluar sarang selama
beberapa hari, untuk memulihkan kakinya yang sakit. Ada yang berubah pada
suasana hutan. Tidak ada sapaan ramah di pagi maupun sore hari. Tidak ada yang
melompat dengan riang di sepanjang jalan. Suasana hutan jadi sedikit sepi dan
muram. Penduduk hutan pun merindukan kehadiran Si Kelinci. Untuk itu, mereka selalu
menjenguk Kelinci. Mereka berharap Si Kelinci segera sembuh.
Setelah sepekan beristirahat, Si
Kelinci telah pulih kembali. Pagi ini, ia bersiap untuk ke luar sarang dan
mencari makan. Ketika ia melangkahkan kaki ke luar, hal pertama yang dilihatnya adalah Ayam Hutan
yang bertengger di atas pohon.
“Selamat pagi, Ayam Hutan….!!”
Sapanya dengan penuh semangat.
“Selamat pagi, Kelinci! Sudah
sembuh, ya? Bersiap mencari makanan pagi ini?” jawab Ayam Hutan.
“Iya! Berkat kau dan seluruh
penduduk hutan, kakiku sembuh dan aku bisa melompat-lompat lagi! Terima kasih,
ya…!” kata Si Kelinci.
Sedetik kemudian, Si Kelinci telah
melompat-lompat dengan riang. Di sepanjang jalan, terdengarlah teriakan yang
penuh semangat.
“Selamat pagi, Kucing!”
“Selamat pagi, Burung Pipit!”
“Selamat pagi, Gajah!”
“Selamat pagi, semua…!”
“Selamat pagi…!”
Seiring dengan sapaan Si Kelinci
yang riang dan penuh semangat, suasana hutan pun ceria kembali. (nien za)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar