Menjadi guru sebenarnya bukanlah
cita-cita masa kecilku. Namun ternyata, menjadi guru adalah hal yang
menyenangkan dan menjadi hal yang paling ku syukuri dalam hidupku.
Selama 3 tahun menjadi seorang
guru di sebuah Sekolah Dasar Islam, ada banyak pengalaman yang aku dapatkan.
Bertemu dengan banyak orang, berkomunikasi dengan banyak orang -dalam hal ini
wali murid- adalah suatu hal yang menyenangkan. Karena profesiku adalah guru SD
IT, maka pastinya setiap hari aku bertemu dengan anak-anak dan setiap tahunnya
akan ada anak-anak yang datang serta pergi. Dan masing-masing anak punya
ceritanya tersendiri.
Cerita ini tentang salah satu
siswa, yang aku telah berinteraksi dengannya selama dua tahun. Seorang siswa
putra yang tidak pernah marah. [Hingga aku sering berfikir, hatinya itu terbuat
dari apa sih, kok bisa sabar gitu? Hatinya memang benar-benar seluas samudera!
:D ]. Dia bukanlah siswa yang menonjol di bidang akademik. Namun, ada hal yang
membuatku selalu teringat dengannya. Anak itu selalu melakukan, membicarakan,
atau menanyakan hal-hal -yang menurutku- “out of box thinking” bila
dibandingkan dengan anak2 seusianya.
Cerita pertama. Kelas 4.
Suatu ketika, diadakanlah silaturahim
ke rumah salah seorang siswa. Saat itu ada acara perkenalan antara siswa dengan
tuan rumah. Ketika tiba giliran anak ini, maka dia pun segera memperkenalkan
diri. Begitu ditanya cita-citanya, ia mempunyai jawaban yang berbeda dengan
teman-temannya. Kebanyakan anak-anak jika ditanya cita-cita, pasti akan
menjawab : dokter, pilot, tentara, polisi, pemain sepak bola, guru, atau dosen.
Tapi cita-citanya adalah : menjadi seorang PETERNAK. Bagiku, cita-citanya itu… wow..!
“Out of box thinking”!
Cerita kedua. Masih di kelas 4.
Saat itu pelajaran IPS tentang
perang kemerdekaan Indonesia. Sang guru menerangkan panjang dan lebar, kemudian
menanyakan pada anak-anak, apakah ada hal yang ingin disampaikan? Serta merta
dia mengangkat tangan dan bertanya, “Bu, kemerdekaan Indonesia itu kan terjadi
pada bulan Ramadhan. Jadi, pahlawannya puasa gak, bu?” Tet-toot!!
Kukerjap-kerjapkan mataku. Apa aku salah dengar, ya? Benar-benar pertanyaan
yang “out of box thinking”.
Cerita ketiga. Lagi-lagi di kelas
4.
Pelajaran Bahasa Inggris. Anak-anak
diminta mendeskripsikan seekor hewan. Tiba gilirannya untuk maju ke depan,
memaparkan hasil deskripsinya. Ia maju ke depan dengan santai dan pede. Tak terlihat
sedikit pun bahwa sebenarnya ada kosakata yang tidak ia mengerti.
“Hey, Guys…! I want to tell you about
Panda. It is a big animal. It comes from China. It has a white and black
colour. It has a small eyes”.
[diam sebentar, lalu melanjutkan]
“ It has a short….buntut” [WHATTT???!!!,
buntut??!! “tail” kali!!]
“It likes to eat…tree pring” [yah…,
ngaco lagi! “Bamboo tree” kali!!]
Dan akhirnya, hanya tawalah yang
tersisa.
Cerita keempat. Sudah kelas 6.
Hari ini, selesai try out, aku
iseng-iseng memeriksa tanda tangan anak-anak. Terlihatlah tanda tangan yang
lain dari pada yang lain. Bukan unik atau aneh. Tapi lain. Ketika kulihat
namanya, ternyata milik anak itu.
Kenapa tanda tangan itu lain?
Karena tanda tangan itu hanya terdiri dari dua huruf arab. Ha dan lam. Padahal namanya
tidak ada unsur huruf ha dan lam. Ketika kutanyakan padanya, apa maksud tanda
tangannya, dengan santai, singkat, padat, dan jelas, disertai senyumnya yang
khas, ia menjawab : “HALAL”.
Kembali aku mengerjap-ngerjapkan
mata. “Out of box thinking”!
Cerita ini hanyalah sebagian dari
tingkahnya. Pastinya guru-guru yang lain juga punya rekaman kisah tersendiri
tentangnya.
Grafis Abdurrahman Auf. Masih
tersisa 3 bulan lagi untuk menjadi saksi atas tingkah-tingkahnya. Setelah itu,
ia harus melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Belakangan ini, cita-citanya
berubah : ingin menjadi koki, di rumah makan sendiri. Tidak mengapa, Nak! Bagi Bu Guru itu adalah cita-cita besar. Karena tidak semua orang mempunyai mindset
untuk menjadi wirausaha atau pengusaha. Menjadi apa pun itu, Bu Guru doakan, semoga
kelak engkau menjadi orang besar di negeri ini, yang shalih tentunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar