Minggu, 14 April 2013

Peran Media Massa Dalam Pendidikan Berkarakter



“Media massa merupakan pilar kelima pendidikan setelah keluarga, sekolah, masyarakat, dan rumah ibadah,” demikan disampaikan oleh Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Rochmat Wahab. Dalam diskusi “Peran Edukasi Media Massa dalam Mencerdaskan Kehidupan Masyarakat”,  ia menilai, media massa dapat memainkan peran dalam pendidikan informal melalui informasi atau berita.
Pada era kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi sekarang ini, media massa merupakan salah satu faktor yang berpengaruh sangat besar dalam pembentukan karakter masyarakat. Hal ini harus dapat dilihat dengan jeli oleh para praktisi pendidikan, sehingga dapat melakukan rekonstruksi terhadap metode pembelajaran konvesional, terutama pendidikan karakter pada anak. Masalah ini penting untuk segera mendapatkan perhatian, karena pendidikan karakter akan membentuk watak anak hingga menjadi generasi yang tidak hanya mumpuni namun juga berjiwa intelektual serta beragama.
Media massa
Media  massa  merupakan sarana  komunikasi  dan  rekreasi  yang menjangkau masyarakat secara luas, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Media massa terdiri dari media cetak dan media elektronik. Media cetak meliputi surat kabar, buku, majalah, tabloid, brosur, dan baliho. Sedang media elektronik dapat berupa radio, Internet, televisi, dan film. Gilang MP, dalam tulisannya membagi media massa menjadi lima karakteristik, yaitu surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film. Media massa dapat diidentifikasikan sebagai media sosialisasi yang berpengaruh terhadap perilaku masyarakat. Pesan-pesan yang  diungkapkan oleh nara sumber diubah menjadi tulisan yang dapat mengarahkan masyarakat ke arah perilaku prososial maupun antisosial.
Mengenai peran atau fungsi media, Karling menyebutkan enam point yang menjadi fungsi media massa, yaitu : (1) fungsi informasi, (2) fungsi mendidik, (3) fungsi mempengaruhi, (4) fungsi perkembangan mental, (5) fungsi adaptasi lingkungan, dan (6) fungsi memanipulasi lingkungan.
Peran media, khususnya media cetak dan radio, dalam pembangunan karakter bangsa telah dibuktikan secara nyata oleh para pejuang kemerdekaan. Bung Karno, Bung Hattta, dan Ki Hajar Dewantoro, melakukan pendidikan karakter untuk menguatkan karakter bangsa melalui tulisan-tulisan di surat kabar waktu itu. Bung Karno dan Bung Tomo mengobarkan semangat perjuangan, keberanian, dan persatuan melalui radio. Mereka, dalam keterbatasannya, memanfaatkan secara cerdas dan arif teknologi yang ada pada saat itu untuk membangun karakter bangsa, terutama kepercayaan diri bangsa, keberanian, kesediaan berkorban, dan rasa persatuan. Sayangnya kecerdasan dan kearifan yang telah ditunjukkan generasi pejuang kemerdekaan dalam memanfaatkan media massa untuk kepentingan bangsa makin sulit kita temukan sekarang. Media massa sekarang memakai teknologi yang makin lama makin canggih. Namun tanpa kecerdasan dan kearifan, media massa yang didukung teknologi canggih tersebut justru akan melemahkan atau merusak karakter bangsa.

Pendidikan Karakter
Selama ini pendidikan di Indonesia lebih mengutamakan aspek kognitif  atau aspek intelektual yang mengedepankan pengetahuan, pemahaman, serta keterampilan berpikir. Bagi negara berkembang mengutamakan penyerapan ilmu pengetahuan dimaksudkan untuk mengejar ketinggalan terhadap negara yang telah maju.
Lembaga pendidikan mampu mencetak lulusan yang hafal teori-teori pelajaran, pintar menjawab soal-soal pertanyaan, dan selembar surat tanda tamat belajar dengan nilai tinggi. Namun, mampukah mencetak manusia-manusia bermoral dan beriman, serta siap menghadapi tantangan, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab?
Kenyataannya, pendidikan hanya mencari nilai bukan ilmu, pendidikan hanya sebagai syarat bukan pengetahuan, maka ditempuh dengan berbagai macam cara untuk mewujudkannya. Akhirnya yang muncul lulusan-lulusan yang siap kerja tapi tidak bisa bekerja, siap naik karier tapi tidak mampu berpikir dan siap meraih prestasi tapi tidak dapat beradaptasi.
Untuk itu, Indonesia sebagai negara yang siap maju, membutuhkan manusia-manusia berkarakter sesuai dengan kepribadian bangsa, negara dan agama. Salah satu upaya mewujudkannya adalah melalui pendidikan berkarakter.
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal 1 UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia. Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Ada sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: (1) karakter cinta Alloh dan segenap ciptaan-Nya, (2) kemandirian dan tanggung jawab, (3) kejujuran/ amanah, diplomatis, (4) hormat dan santun, (5) dermawan, suka tolong-menolong, dan gotong royong/ kerjasama, (6) percaya diri dan pekerja keras, (7) kepemimpinan dan keadilan, (8) baik dan rendah hati, dan (9) karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Menteri Pendidikan Nasional, M Nuh mengatakan, setidaknya ada tiga konsep pendidikan karakter yang harus diaktualisasikan. Pertama, pendidikan karakter yang menumbuhkan kesadaran sebagai makhluk Tuhan. Di sinilah seorang anak dibimbing untuk lebih bersahaja, menumbuhkan rasa cinta kasih, dan melihat tindakan kekerasan adalah hal yang merugikan, baik bagi diri sendiri, maupun orang lain. Turunan dari konsep ini adalah kejujuran dan optimisme dalam melihat setiap kemungkinan yang ada.
Kedua, karakter yang berkaitan dengan keilmuan. Konsep ini menjabarkan tentang pentingnya menghidupkan budaya intelektual anak : membiasakan anak terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan keilmuan. Dari sinilah akan lahir ide-ide kreatif dan inovatif dalam berbagai disiplin ilmu. Selain itu, meningkatnya kesadaran keilmuan akan turut meningkatkan dominasi pertimbangan rasionalitas dibanding emosional. Hal ini diharapkan mampu menekan angka kekerasan yang akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan.
Konsep ketiga yaitu kecintaan dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Konsep ini dapat dimulai dengan menceritakan perjuangan para pahlawan, sehingga pada saat ini masyarakat Indonesia dapat menghirup udara kebebasan, kemudian dengan menanamkan nilai-nilai ke-bhinekaa-an serta menanamkan semangat bela negara. Selain itu kecintaan terhadap Indonesia juga bisa diwujudkan dengan mempergunakan produk buatan dalam negeri.
Peran Media Massa dalam Pendidikan Karakter
Media masa dapat memainkan peranan besar dalam pendidikan non formal dan informal, yaitu dalam transfer informasi tentang materi pendidikan. Media massa mampu memberikan informasi yang sangat kaya, uptodate bahkan kualitas informasinya pun sangat baik dan tinggi, serta dapat mentransformasikan nilai-nilai pendidikan melalui informasi yang didesiminasikan yang memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat terutama dalam perbaikan martabat manusia.
Media massa juga sudah menjadi instrument utama dalam modernisasi proses pendidikan, diantaranya mempercepat proses penuntasan wajar pendidikan, terutama bagi peserta didik yang berada di daerah pinggiran. Untuk itu dalam memainkan perannya mencerdaskan bangsa, media massa mampu menampilkan balance argumentation dan ada juga keseimbangan antara hal yang positif dan negatif, sehingga informasi yang didapat diharapkan mampu mencerdaskan siswa dan bisa meningkatkan mutu pendidikan.
Menurut Mulkan (2007), sebagai salah satu kekuatan dunia, media massa memiliki beberapa peran di antaranya menyiarkan informasi (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertain), dan mempengaruhi (to influance). Peran inilah yang seharusnya bisa diberdayakan, sebagai salah satu solusi dalam melakukan pengembangan berbagai metode pendidikan karakter bagi anak. Kemampuan media massa untuk mendidik sekaligus memberikan pengaruh secara meluas tanpa tersekat ruang dan waktu merupakan keunggulan khusus yang patut untuk dimanfaatkan. Apalagi konsumen media massa ada di hampir semua kalangan, baik dari menengah ke atas, maupun menengah ke bawah. Hal ini tentu sangat menguntungkan bagi pendidik untuk melakukan transfer ilmu kepada pembaca ataupun pemirsanya.
Akan tetapi, pesatnya perkembangan media informasi saat ini, yang merupakan imbas dari kebebasan pers, mendorong media massa untuk lebih berorientasi bisnis. Sehingga akhir-akhir ini, berita yang muncul di media massa adalah berita-berita komersil, yang entah disadari atau tidak, justru menghancurkan konsep pendidikan karakter. Sehingga, untuk keberhasilan propaganda pendidikan karakter, sebaiknya media massa lebih arif dalam pemilihan berita ataupun tayangan yang akan ditampilkan. Sebab, media massa secara perlahan namun efektif, mampu membentuk pandangan pemirsanya terhadap bagaimana seseorang melihat pribadi dan kehidupannya. Itulah mengapa, nilai-nilai yang terkandung dalam pemberitaan media massa seharusnya memberikan manfaat. Atau setidaknya mengembalikan manusia kepada kodratnya sebagai makhluk sosial dan berbudaya. Sehingga pemulihan dan perbaikan martabat generasi muda dapat segera dilakukan. Tentu saja peran media massa ini akan lebih berhasil apabila ada kerja sama yang baik antara pemerintah, lembaga pendidikan, pendidik, peserta didik serta orang tua dalam mewujudkan pendidikan berkarakter di Indonesia.
Dengan program pendidikan karakter yang terus berkesinambungan, awal keberadaan media massa sebagai penyedia informasi dan inisiator bagi perbaikan sistem pendidikan, serta kerjasama yang baik dari semua elemen, maka ribuan anak bangsa mampu terselamatkan dari kebodohan dan kebobrokan moral.
Sumber : www.antaranews.com,www.tribun-timur.com, cakrawalaonline.htm, shvoong.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar