“Media massa merupakan pilar kelima pendidikan
setelah keluarga, sekolah, masyarakat, dan rumah ibadah,” demikan
disampaikan oleh Rektor Universitas Negeri Yogyakarta
(UNY), Rochmat Wahab. Dalam diskusi “Peran Edukasi Media Massa dalam
Mencerdaskan Kehidupan Masyarakat”, ia menilai, media massa dapat
memainkan peran dalam pendidikan informal melalui informasi atau berita.
Pada era kemajuan
teknologi informasi dan telekomunikasi sekarang ini, media massa merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh sangat besar dalam pembentukan karakter masyarakat. Hal ini harus
dapat dilihat dengan jeli oleh para praktisi pendidikan, sehingga dapat melakukan rekonstruksi
terhadap metode pembelajaran konvesional, terutama pendidikan karakter pada anak. Masalah ini penting untuk
segera mendapatkan perhatian, karena pendidikan karakter akan membentuk watak anak
hingga menjadi generasi yang tidak
hanya mumpuni namun juga berjiwa intelektual serta beragama.
Media massa
Media massa merupakan sarana komunikasi dan
rekreasi yang menjangkau masyarakat secara luas, sehingga pesan
informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Media massa
terdiri dari media cetak dan media elektronik. Media cetak meliputi surat kabar,
buku, majalah, tabloid, brosur, dan baliho. Sedang media elektronik dapat
berupa radio, Internet, televisi, dan
film. Gilang MP, dalam tulisannya
membagi media massa menjadi lima karakteristik, yaitu surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film. Media massa dapat diidentifikasikan sebagai media sosialisasi
yang berpengaruh terhadap perilaku masyarakat. Pesan-pesan yang diungkapkan
oleh nara sumber diubah menjadi tulisan yang dapat mengarahkan
masyarakat ke arah perilaku prososial maupun antisosial.
Mengenai peran atau fungsi media, Karling menyebutkan enam point yang menjadi fungsi media massa, yaitu : (1)
fungsi informasi,
(2) fungsi mendidik, (3) fungsi mempengaruhi, (4) fungsi perkembangan mental,
(5) fungsi adaptasi lingkungan, dan (6) fungsi memanipulasi lingkungan.
Peran media, khususnya media
cetak dan radio, dalam pembangunan karakter bangsa telah dibuktikan secara
nyata oleh para pejuang kemerdekaan. Bung Karno, Bung Hattta, dan Ki Hajar Dewantoro, melakukan pendidikan karakter untuk menguatkan karakter bangsa melalui
tulisan-tulisan di surat kabar waktu itu. Bung Karno dan Bung Tomo mengobarkan
semangat perjuangan, keberanian, dan persatuan melalui radio. Mereka, dalam
keterbatasannya, memanfaatkan secara cerdas dan arif teknologi yang ada pada
saat itu untuk membangun karakter bangsa, terutama kepercayaan diri bangsa,
keberanian, kesediaan berkorban, dan rasa persatuan. Sayangnya kecerdasan dan
kearifan yang telah ditunjukkan generasi pejuang kemerdekaan dalam memanfaatkan
media massa untuk kepentingan bangsa makin sulit kita temukan sekarang. Media
massa sekarang memakai teknologi yang makin lama makin canggih. Namun tanpa
kecerdasan dan kearifan, media massa yang didukung teknologi canggih tersebut
justru akan melemahkan atau merusak karakter bangsa.
Pendidikan Karakter
Selama ini pendidikan di Indonesia lebih mengutamakan aspek
kognitif atau aspek intelektual yang mengedepankan pengetahuan, pemahaman,
serta keterampilan berpikir. Bagi negara berkembang mengutamakan penyerapan
ilmu pengetahuan dimaksudkan untuk mengejar ketinggalan terhadap negara yang
telah maju.
Lembaga pendidikan mampu mencetak lulusan yang hafal teori-teori
pelajaran, pintar menjawab soal-soal pertanyaan, dan selembar surat tanda tamat belajar
dengan nilai tinggi. Namun, mampukah mencetak manusia-manusia bermoral dan
beriman, serta siap menghadapi tantangan, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab?
Kenyataannya, pendidikan hanya mencari nilai bukan ilmu, pendidikan hanya
sebagai syarat bukan pengetahuan, maka ditempuh dengan berbagai macam cara
untuk mewujudkannya. Akhirnya yang muncul lulusan-lulusan yang siap kerja tapi
tidak bisa bekerja, siap naik karier tapi tidak mampu berpikir dan siap meraih
prestasi tapi tidak dapat beradaptasi.
Untuk itu, Indonesia sebagai negara yang siap maju, membutuhkan
manusia-manusia berkarakter sesuai dengan kepribadian bangsa, negara dan agama.
Salah satu upaya mewujudkannya adalah melalui pendidikan berkarakter.
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap
individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,
bangsa, dan negara. Individu yang
berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional.
Pasal 1 UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan
nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan,
kepribadian, dan akhlak
mulia. Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya
membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter,
sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan
karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan
(cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona,
tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan
pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan,
seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal
penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan
lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk
tantangan untuk berhasil secara akademis.
Ada sembilan pilar
karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: (1) karakter cinta Alloh dan segenap
ciptaan-Nya, (2) kemandirian
dan tanggung jawab, (3)
kejujuran/ amanah, diplomatis, (4) hormat
dan santun, (5) dermawan,
suka tolong-menolong, dan gotong royong/ kerjasama, (6) percaya diri dan pekerja keras, (7) kepemimpinan dan keadilan, (8) baik dan rendah hati, dan (9) karakter toleransi, kedamaian,
dan kesatuan.
Menteri Pendidikan Nasional, M
Nuh mengatakan, setidaknya ada tiga konsep pendidikan karakter yang harus
diaktualisasikan. Pertama, pendidikan karakter yang menumbuhkan kesadaran
sebagai makhluk Tuhan. Di sinilah seorang anak dibimbing untuk lebih bersahaja, menumbuhkan rasa cinta kasih, dan
melihat tindakan kekerasan adalah hal yang merugikan, baik bagi diri sendiri, maupun orang lain. Turunan dari konsep ini
adalah kejujuran dan optimisme dalam melihat setiap kemungkinan yang ada.
Kedua, karakter yang berkaitan dengan keilmuan. Konsep ini menjabarkan
tentang pentingnya menghidupkan budaya intelektual anak : membiasakan anak terhadap segala
sesuatu yang berkaitan dengan keilmuan. Dari sinilah akan lahir ide-ide kreatif
dan inovatif dalam berbagai disiplin ilmu. Selain itu, meningkatnya kesadaran
keilmuan akan turut meningkatkan dominasi pertimbangan rasionalitas dibanding
emosional. Hal ini diharapkan mampu menekan angka kekerasan yang akhir-akhir
ini semakin mengkhawatirkan.
Konsep ketiga yaitu kecintaan dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Konsep ini dapat dimulai dengan menceritakan
perjuangan para pahlawan, sehingga pada saat ini masyarakat Indonesia dapat
menghirup udara kebebasan, kemudian dengan menanamkan nilai-nilai ke-bhinekaa-an
serta menanamkan semangat bela negara. Selain itu kecintaan terhadap Indonesia juga bisa
diwujudkan dengan mempergunakan produk buatan dalam negeri.
Peran Media Massa dalam Pendidikan Karakter
Media masa dapat memainkan peranan besar dalam pendidikan non formal dan
informal, yaitu dalam
transfer informasi tentang materi pendidikan. Media massa mampu memberikan
informasi yang sangat kaya, uptodate
bahkan kualitas informasinya pun sangat baik dan tinggi, serta dapat mentransformasikan
nilai-nilai pendidikan melalui informasi yang didesiminasikan yang memberikan
manfaat bagi kehidupan masyarakat terutama dalam perbaikan martabat manusia.
Media massa juga sudah menjadi instrument utama dalam modernisasi proses
pendidikan, diantaranya mempercepat proses penuntasan wajar pendidikan,
terutama bagi peserta didik yang berada di daerah pinggiran. Untuk itu dalam
memainkan perannya mencerdaskan bangsa, media massa mampu menampilkan balance
argumentation dan ada juga keseimbangan antara hal yang positif dan negatif,
sehingga informasi yang didapat diharapkan mampu mencerdaskan siswa dan bisa meningkatkan
mutu pendidikan.
Menurut Mulkan (2007), sebagai salah satu kekuatan dunia, media massa
memiliki beberapa peran di antaranya menyiarkan informasi (to inform), mendidik
(to educate), menghibur (to entertain), dan mempengaruhi (to influance). Peran
inilah yang seharusnya bisa diberdayakan, sebagai salah satu solusi dalam melakukan pengembangan berbagai
metode pendidikan karakter bagi anak. Kemampuan media massa untuk mendidik
sekaligus memberikan pengaruh secara meluas tanpa tersekat ruang dan waktu merupakan
keunggulan khusus yang patut untuk dimanfaatkan. Apalagi konsumen media massa
ada di hampir semua kalangan, baik
dari menengah ke atas, maupun
menengah ke bawah. Hal ini tentu sangat menguntungkan bagi pendidik untuk
melakukan transfer ilmu kepada pembaca ataupun pemirsanya.
Akan tetapi, pesatnya perkembangan media informasi saat ini, yang
merupakan imbas dari kebebasan pers, mendorong media massa untuk lebih
berorientasi bisnis. Sehingga akhir-akhir ini, berita yang muncul di media
massa adalah berita-berita komersil, yang entah disadari atau tidak, justru
menghancurkan konsep pendidikan karakter. Sehingga, untuk keberhasilan
propaganda pendidikan karakter, sebaiknya media massa lebih arif dalam
pemilihan berita ataupun tayangan yang akan ditampilkan. Sebab, media massa
secara perlahan namun efektif, mampu membentuk pandangan pemirsanya terhadap
bagaimana seseorang melihat pribadi dan kehidupannya. Itulah mengapa,
nilai-nilai yang terkandung dalam pemberitaan media massa seharusnya memberikan
manfaat. Atau setidaknya mengembalikan manusia kepada kodratnya sebagai makhluk
sosial dan berbudaya. Sehingga pemulihan dan perbaikan martabat generasi muda
dapat segera dilakukan. Tentu saja peran media massa ini akan lebih berhasil
apabila ada kerja sama yang baik antara pemerintah, lembaga
pendidikan, pendidik, peserta didik serta orang tua dalam mewujudkan pendidikan
berkarakter di Indonesia.
Dengan program pendidikan karakter yang terus berkesinambungan, awal
keberadaan media massa sebagai penyedia informasi dan inisiator bagi perbaikan
sistem pendidikan, serta kerjasama yang baik dari semua elemen, maka ribuan
anak bangsa mampu terselamatkan dari kebodohan dan kebobrokan moral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar